Minggu, 08 Juni 2014

^ LAGU ^


MARS
JAMBORE DAERAH JATENG 2012

Derap langkah kaki melangkah dengan pasti
M’nuju bumi perkemahan Cakra Pahlawasri
Dengan hati yang murni, mengemban janji suci
Kan menjaga Ibu Pertiwi

Di kancah Jambore Daerah Jawa Tengah
Tahun Dua Ribu Dua Belas
Mendharmakan Trisatya, baktikan Dasadharma
Jayalah pramuka Indonesia..

Ayoo tanamkan di jiwa kita
Satu Pramuka tuk Satu Indonesia
Dengan berdasarkan Pancasila
Dan Undang-undang Dasar Empat Lima..

Membangun insan cerdas jujur dan peduli
Menempa diri tuk bisa hidup mandiri
Menyatukan langkah kita
Menjunjung cita mulia
Indonesia Jaya Selamanya..

^ Cerpen ^


Kenangan Terakhir
Karya : Hilda Yulianjani ( IX.I )

                Sudah beberapa bulan ini aku dan Gita tak menjalin komunikasi, sejak tragedi itu hubungan antara keluargaku dan keluarga Gita menjadi renggang. Aku pun menjadi sangat pendiam jika bepergian, sementara Gita sahabatku sejak kecil masih terbaring koma di rumah sakit.
          Tragedi itu terjadi ketika liburan beberapa tahun lalu, Gita mengajakku pergi ke pantai untuk sekedar bersenang – senang bersama. “Hil, ke pantai yok mumpung liburan nihh.. Mau gak??”, ajak Gita padaku. “Ya aku sih mau aja Git, tapi mamaku apa mau mengijinkanku??”, jawabku penuh keraguan.
          Kemudian aku dan Gita pulang ke rumah masing – masing. Malamnya aku mencoba mengirimkan pesan singkat pada Gita yang isinya “Gita, maaf ya.. Aku kayaknya gak bisa pergi ke pantai bareng kamu dehh soalnya mamaku gak ngijinin”. Setelah membaca pesan dariku, Gita tiba – tiba datang ke rumahku guna meminta ijin pada mamaku secara langsung.
          Setelah lama Gita berdebat dengan mamaku, akhirnya aku dan ia mendapat ijin untuk pergi ke pantai bersama asalkan kami bisa menjaga diri dengan baik dan selalu berdo’a.
          Hari yang dinanti – nanti pun tiba, pagi –pagi buta saat fajar belum memunculkan batang hidungnya, aku dan Gita sudah siap berangkat ke pantai dengan sepeda. Wajah Gita terlihat sangat bahagia saat itu. Namun entah kenapa tiba – tiba Gita menjadi sangat gelisah, ia merasa akan ada sesuatu saat di perjalanan nanti. Lalu ia teringat dengan boneka kecilnya yang ia bawa. “Hil, ini aku punya boneka tolong kamu bawa yaa.. Aku takut kalo nanti boneka ini hilang di perjalanan, soalnya boneka itu sangat berharga bagiku”, kata Gita sambil memberi boneka itu.
          Aku pun dengan senang hati menerima boneka itu. Lalu kami pun segera mengayuh sepeda supaya tak kesiangan saat di pantai nanti. Aku merasa senang sekali karena sudah lama tak pergi bersama Gita. Namun Gita kelihatannya tak merasa senang seperti awal ia mengajakku ke pantai, ia merasa gelisah dan terus saja terdiam sejak ia merasa ada sesuatu.
          Setelah kurang lebih 1 jam kami bersepeda, akhirnya kami sampai juga di pantai yang dituju. Aku dan Gita pun sudah tak sabar tuk beranjak ke pasir pantai yang indah itu. Tak lupa aku dan Gita memanfaatkan panorama indah di pantai dengan berfoto ria.
          Cukup lama kami berdua menghabiskan waktu di pantai. Dan akhirnya pun kami memutuskan untuk pulang karena cuaca saat itu terlihat mendung tak menentu. Gita masih saja terlihat gelisah. “Git, kamu tuh kenapa sih?? Kok daritadi aku liat kamu gelisah banget gitu. Ada apa sihh?? Cerita donk, Git !”, omelku yang sedari tadi cemas dengan Gita.
          Saat di perjalanan pulang, tiba – tiba saja hujan turun sangat deras. Aku selalu berusaha menggandeng tangan Gita sambil mengayuh sepeda, sebab aku takut ia kenapa – kenapa. “Tenang aja Hil, kamu gak usah yaa.. Aku akan slalu nemenin kamu kok”, kata Gita menghiburku.
          Tiba – tiba saja saat aku dan Gita tengah asyik mengayuh sepeda ditemani hujan yang semakin deras, dari kejauhan muncul sebuah truk besar yang melaju sangat cepat. Aku pun merasa sangat panik bercampur takut, namun Gita selalu berusaha menenangkanku. Truk itu semakin lama semakin dekat, aku menyarankan pada Gita agar berhenti sebentar sekedar untuk menyingkir dari badan jalan karena firasatku mulai tak enak. Namun Gita keras kepala, ia tak mau. Seperti firasatku, tanpa sadar truk itu pun akhirnya menghantam dan menyambar sepeda kami yang mungil dan tergeletak di tengah jalan. Tragisnya truk itu malah melaju semakin cepat dan tak mempedulikan kami berdua yang terbaring lemah di jalan.
          Aku sempat tak sadarkan diri, namun kemudian aku tersadar dan langsung mencoba menyelamatkan Gita yang sekujur tubuhnya sudah dipenuhi darah. “Gita, bangun Git.. Gita kamu gak papa kan?? Bangun Git, jangan tinggalin aku sendiri..”. Aku hanya merintih menahan rasa sakit dan terus saja menangis melihat keadaan Gita. Sungguh menyesalnya diriku karena sudah menuruti kemauan Gita ke pantai.
          Aku berusaha mencari pertolongan warga sekitar, namun apadaya saat itu aku tak bisa bangun sebab kaki kananku terluka. Di tengah rintikan hujan yang semakin deras, tiba – tiba ada seorang bapak melintas di depanku. Aku lantas memanggil –manggil bapak itu untuk meminta pertolongannya. “Pak, tolong Pak.. Tolong.. Tolong teman saya ini, Pak !!”, ucapku sambil berteriak di tengah riuhnya bunyi hujan. Dengan cepat bapak itu bergegas membawaku dan Gita ke rumah sakit terdekat. “Alhamdulillah ya Allah.. Akhirnya Kau memberi pertolongan pada kami”, ucapku dengan penuh rasa syukur.
          Setelah kejadian itu, aku merasa sangat bersalah dan trauma jika naik sepeda, keluargaku pun merasa bersalah karena Gita mengalami koma. Akhirnya, keluargaku memutuskan untuk menjenguk Gita di rumah sakit. Setiba kami di sana, kami bergegas menuju kamar Gita dirawat. “Om, Tante, gimana keadaan Gita sekarang??”, tanyaku cemas. Keluarga Gita hanya menangis dan tak berkata sedikitpun. Aku tak dapat berkutik, aku hanya bisa menangis melihat kondisi Gita saat ini terbaring lemah. Ketika semua orang dalam ruangan sedang terduduk cemas. Di tengah kesunyian ruangan ini, tiba – tiba terdengar suara dari sebuah layar komputer kecil yang terletak di sebelah Gita terbaring. “Tit... Tit... Tit... Tit... Tit... Tit... Tiiiiiiiiiiiiiittt”. Mendengar suara itu, semuaorang terbangun dari duduk dan menuju kamar Gita.
          Tiba – tiba nafas Gita tidak teratur, dia seperti mengalami sesak nafas. Salah satu dari keluarga pun memanggil dokter. Setelah diperiksa dokter mengatakan, “Maaf, nyawa Gita sudah tidak terselamatkan lagi. Dia meninggal dunia”. Pandanganku kabur, pikiranku tak beraturan. Denyut jantung berdebar sangat kencang. Tubuhku bagai diterpa badai besar. Kakiku serasa dihantam ombak – ombak pantai yang semakin lama membuatku jatuh di pasir. Tak pernah terpungkiri, nasibku semalang ini. Ditinggal pergi sahabat tercinta untuk selamanya.
          Lalu dokter dan perawat melepas alat medis yang melekat pada Gita. Tubuhnya ditutupi kain putih bersih. Kulihat wajahnya berseri – seri seakan – akan dia puas dengan hidupnya selama ini.
Keesokan harinya, aku mengikuti proses pemakaman Gita. Tak cuma aku namun guru dan teman – teman sekolah pun ikut menyaksikan proses pemakaman Gita untuk melihat Gita terakhir kalinya. Semuanya menangis. Hanya isak tangis yang ku dengar waktu itu. Semua mata memerah dan tubuh lemas terduduk di tanah.
Dengan khidmat kusaksikan tubuh Gita terbaring kaku diselimuti kain putih di liang kubur dan penggali kubur sudah mulai mengisi liang dengan tanah. Saat itulah, terakhir kali kulihat wajah Gita yang cantik jelita meninggalkan cerita haru. Dan saat itu juga aku teringat pada sebuah boneka kecil yang dititipkan Gita padaku sesaat sebelum terjadi kecelakaan tragis yang menelan nyawanya. Kutaburkan bunga mawar dan melati sebagai tanda penghormatan terakhir sekaligus rasa maaf dan terima kasih atas semua yang dilakukan sampai saat ini. Aku dan keluarga hanya berharap, semoga Gita akan lebih bahagia di akhirat sana.
         

Jumat, 24 Januari 2014

Cerpen ^ o ^


Tak Sia – Sia
Karya : Bilqist Ummu Habibah ( IX.I )
               
               
Mentari mulai menampakkan diri. Memberi kehangatan dan kesejukan jiwa. Membuka jendela pagi menanti nyanyian burung. Hembusan angin sepoi, merasuk  sampai tulang-tulang dalam.
            Pagi ini, pagi yang begitu cerah. Pagi yang penuh semangat dan penuh kebahagiaan. Itulah yang dirasakan Genta hari ini. Dia begitu bersemangat karena hari ini Genta dan teman sekelompoknya yaitu Gea dan Geli akan mempresentasikan sebuah tugas dari guru seni budaya, yang tak salah lagi adalah pelajaran kesukaannya.
            Seperti biasa dan wajib dikerjakan, Genta memulai paginya dengan sarapan pagi, minta uang saku, lalu goes to school.
 ( setelah tiba dikelasnya )
  “ Assalamu’alaikum, haa...? kok sepi? Ini anak-anak pada kemana ya?”
  Genta merasa bingung. Tak seperti biasa kelasnya belum ada satu orangpun. Hanya Genta yang ada dikelasnya. Dengan sergap Genta mengangkat tangan kirinya, di depan mata.
“ Busyet dah, ini masih jam 6 lebih seperempat, pantesan aja anak-anak belum pada berangkat. Haduh, enaknya ngapain ya?”, Gentapun berfikir sejenak. “ Hem, aku latihan ngomong aja deh buat presentasi nanti.”
            Detik, menitpun sudah berjalan hingga menunjukkan pukul 06.35. Teman-teman Genta sudah berlalu lalang masuk ke kelas. Termasuk Gea dan Geli.
“ Hai, Ta. Tumben berangkatnya duluan dari kita.” Sapa Gea dan Geli sambil menaruh tas di pundaknya.
“ Iya dong, kita kan hari mau presentasi. Jadi, aku harus berangkat pagi”, jawab Genta sambil menaik dan menurunkan alis.
 “ Ha? Presentasi ? maksud kamu presentasi seni budaya?”, tanya Geli mengerutkan dahi.
“ Ya iyalah bro, seni budaya. Apa lagi coba?”, kata Genta percaya diri.
“ Haduh, Genta-Genta. Apa kamu nggak denger pengumuman kemaren. Presentasinyakan diundur minggu depan. Kamu sih ngobrol sama Rini”, jawab Gea menerangkan.
“ Ciyus kamu Li? Ya ampun ( sambil menepuk dahi ) aku bangung pagi, semangat OK, sia-sia aja deh nggak jadi presentasi. Aku kan udah latihan ngomong buat presentasinya. Huuuft....”, kata Genta sambil memonyongkan bibir seksinya. Gentapun sedikit kecewa dengan kesalahannya sendiri. Dia memang anak yang cerewet, suka ngobrol dan tidak pernah memperhatikan hal-hal penting jika dia sudah memasuki dunia bincang-bincangan. Gea dan Gelipun merangkul dipundak Genta.
“ Ya udah si nggak apa-apa. Berartikan minggu depan kita sudah siap dan langsung presentasi tanpa belajar ngomong dulu. Ya nggak?”, kata Gea.
“ Iya Ta, bener tu kata Gea, kita tinggal nunggu minggu depan aja buat presentasinya tanpa latihan ngomong, kan kamu udah belajar hari ini. Simpen dulu kata-katanya agar minggu depan nggak lupa”, sahut Geli kemudian. Gentapun menjawab, “ Hahaha, iya juga ya, bodoh aku ini. Ya udah deh, aku catat dulu ya kata-kata yang tadi”, Gentapun kembali ketempat duduknya, setelah berdiri dan dirangkul Gea dan Geli.
“ Sip deh.” Kata Gea dan Geli bersamaan.
  
1 Minggu kemudian..
Pagi yang ditunggu oleh Genta, akhirnya datang juga.
“ Hai ladys...” Sapa Genta tiba-tiba yang mengagetkan Gea dan Geli.
“ Ya Allah Genta, kamu bikin kaget aja deh, untung aku nggak jantungan gara-gara kamu.”, omel Gea yang sedang ngobrol dengan Geli.
“ Iya deh, maaf. Oh ya, hari inikan kita mau presentasi, nanti yang semangat ya..?”, kata Genta bersemangat.
“ Iya Genta, kita akan menampilkan yang terbaik deh, ya nggak ya’?” Jawab Geli.
“ Oke..”, Geapun ikut bersemangat.
  ( Ting tung..ting tung... sekarang memasuki jam pertama)
            Bel masuk sudah dibunyikan. Seluruh murid disekolah memasuki ruangan masing – masing. Seperti biasa sebelum pelajaran, anak-anak memulainya dengan berdo’a dan tadarus. Tak lama kemudian bu Gina, guru seni budaya memasuki kelas Genta.
“ Selamat pagi anak-anak.” Sapa bu Gina dengan suara lembut di mulut manisnya.
“ Selamat pagi bu...” anak-anak menjawab bersamaan.
“ Baiklah, anak-anak hari ini kelompok kalian masing-masing akan mempresentasikan tugas yang kemarin ibu berikan. Are you ready?”
“ Ready bu..” Jawab anak-anak serempak.
“ Kita mulai dari kelompok Genta” Kata bu Gina sambil menunjuk ke arah Genta.
“ Baiklah bu,” Jawab Genta tegas.
Genta, Gea, dan Gelipun maju didepan, seperti seorang guru yang akan mengajar murid - muridnya. Dengan membawa laptop sebagai penyimpan bahan presentasinya.
            Gentapun memulai presentasinya. Dia sanagat fasih berbicara. Kata demi kata dia baca dari layar monitor. Teman-temannyapun memperhatikan dengan seksama. Mereka kagum dengan Genta. Si anak cerewet dan suka ngobrol. Tak lama kemudian Genta mengakhiri presentasinya. Teman-teman dan bu Gina memberi tepuk tangan untuk kelompok Genta. Genta, Gea, Geli saling
berpelukan. Mereka merasa bahagia karena presentasinya hari ini sangat memuaskan dan Genta sadar bahwa usaha untuk berangkat pagi tak sia-sia baginya.




  

Blogroll

Blogger templates

Blogger news

Animasi Lucu




Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

About Me

Foto Saya
Hilda2099
Hi guys, welcome to my blog. I hope that this post can help you.
Lihat profil lengkapku